Sistem Zonasi

KISAH NYATA: Curhat Siswa tentang Kebijakan Zonasi Sekolah; Sempat Merasa Hancur, Hingga Berakhir dengan Rasa Syukur

Smarteen.co.id — Tak terasa, kini aku sudah berada di tingkat akhir jenjang SMA. Benar-benar terasa cepat, meskipun aku sudah berusaha menikmati setiap momen suka duka yang aku alami di SMA.

Tahun 2018 adalah tahun pertama zonasi diterapkan di kotaku. Aku tidak mengira hal ini benar-benar terjadi. Dulu, ketika kelas 9 SMP aku hanya mengira sistem kebijakan zonasi hanya wacana semata.

Nyatanya, hal ini benar-benar fakta. Aku begitu terpuruk di masa-masa peralihan SMP ke SMA. Aku banyak menghabiskan waktu di rumah hanya untuk belajar, belajar, dan belajar. Pergi jalan-jalan ke suatu tempat pun, aku tidak merasakan kebahagiaan.

Kenapa aku bisa sangat-sangat terpururuk dan down kala itu? Karena aku tidak bisa memilih SMA yang aku inginkan. Masa itu, aku sangat-sangat benci dengan keputusan pemerintah yang tidak memberi kebebasan kepadaku.

BACA JUGA: Kini Saatnya Pemuda Jadi Agen Perubahan

Pagi, siang dan malam kuhabiskan untuk berlatih soal UN supaya nilaiku tinggi dan bisa masuk SMA favorit yang kuinginkan di kotaku. Karena waktu itu aku benar-benar masa bodoh dengan sistem kebijakan zonasi itu.

Sampai di satu waktu ada pemberitahuan resmi sistem zonasi ini akan diterapkan. Aku terkejut dan depresi.

Untungnya, keluargaku, terutama ibuku, terus memberikanku dorongan supaya aku tetap semnagat. Aku sangat-sangat bersyukur dan mencoba untuk kembali bangkit. Aku memutuskan menghibur diriku dengan berlatih soal-soal psikotes.

Kala itu aku sangat-sangat tertarik dengan psikotes. Bahkan, dulu aku sempat berniat untuk mengambil fakultas psikologi untuk kuliahku nanti. Waktu berjalan begitu cepat, aku sangat-sangat terbantu karena sering berlatih soal psikotes. Sedihku berangsur-angsur hilang.

Hingga tiba akhirnya, aku mendaftar di sekolah yang tidak pernah aku inginkan sebelumnya. Sekolah zonasi, pemerintah menetapkan kebijakan itu dan aku harus mengikutinya.

Aku datang ke sekolah ditemani ibuku untuk mengisi formulir pendaftaran. Ketika memasuki gerbang, rasanya aku malu, aku ingin menangis. Aku merasa seperti seseorang yang tidak bisa apa-apa karena tidak bisa memilih sekolah yang aku inginkan.

BACA JUGA: KISAH NYATA: Ego dan Penyesalan Masa Remajaku

Dua mingggu setelah pendaftaran, aku resmi menjadi siswi di SMA tersebut. Dulunya, aku niatkan bersekolah hanya untuk belajar, tidak peduli ada yang ingin berteman denganku atau tidak, yang aku pikirkan hanya belajar, belajar, dan belajar.

Namun, aku tidak teguh dengan prinsipku, aku berusaha berkenalan dengan temanku yang berasal dari luar daerah. Ia sangat baik, ia mau berteman denganku saja aku sudah sangat senang.

Kami dibagi beberapa gugus untuk melaksanakan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), ke mana-mana aku dan teman baruku selalu berdua, layaknya prangko dan kertas.

Tepat di hari pertama pembagian kelas, aku dan ia berjalan menyusuri kelas-kelas di SMA dan menemukan nama kami berada di satu kolom. Kami sekalas, sungguh kala itu aku sangat senang.

Sistem Zonasi

Di SMA, Aku Menemukan Diriku yang Bersemangat

Kelas ini jauh berbeda dari ekspetasiku, aku bertemu dengan teman-teman lamaku di SMP, dan bertemu teman-teman baru yang sangat baik kepadaku. Mereka menerimaku dengan kelemahan dan kelebihanku. Aku sangat-sangat bersyukur.

Aku mulai memiliki ambisi untuk berprestasi dan mencoba berinteraksi dengan teman-temanku. Aku mulai menemukan diriku yang bersemangat, kobaran semangat di dalam diriku terpancar dari aku yang sangat senang public speaking dan mengikuti beberapa ekskul di sekolah.

Benar-benar jauh dari prinsipku ketika aku masuk di SMA ini. Ternyata, di SMA ini, guru-guru dan teman-temanku memberikan banyak ruang kepadaku untuk meningkatkan kemampuanku.

Aku semakin bersemangat dan rajin berlatih di rumah. Tidak ada lagi kata nervous atau menggigil ketika aku berbicara di depan atau ketika menjelaskan sesuatu saat berdiskusi. Aku sangat menikmati diskusi yang ada dan aku punya banyak kesempatan untuk menyampaikan pikiran kritisku.

BACA JUGA: KISAH NYATA: Aku Ingin Taat, tetapi Justru Ejekan yang Kudapat

Hal ini berbuah manis kepadaku. Kerja kerasku selama ini tidak sia-sia. Beberapa kali aku dipercayai guru dan ditunjuk langsung mengikuti berbagai lomba yang mewakili nama sekolah. Bahkan, aku pernah ditunjuk sebagai siswa yang diwawancarai tim penyeleksi sekolah zonasi. Aku sangat bersyukur bisa dipercayai oleh guru-guruku di SMA.

Dari perjalanan suka dukaku dari masa peralihan SMP ke SMA, sampai aku berhasil meningkatkan kemampuanku, dipercayai oleh guru-guru di SMA, hal-hal itu berhasil membuka mata dan pikiranku ke arah yang lebih luas.

Allah tahu mana jalan yang aku butuhkan daripada yang aku inginkan. Sekolah zonasi mungkin memang rezekiku untuk aku bisa berkembang. Tanpa kusadari, banyak sekali nikmat yang diberikan oleh-Nya dibalik sedih yang ia berikan.

Aku menjadi guru terbaik untuk diriku sendiri. Ada banyak faktor di luar kendaliku yang justru menentukan kehidupanku, kebijkan sekolah zonasi salah satunya.

BACA JUGA: KISAH NYATA: Catatan Hati Seorang Santri

Di balik itu, ada banyak faktor dalam yang bisa aku kendalikan, ya tentunya diriku sendiri. Baik buruknya aku nanti ditentukan oleh diriku sendiri, bukan sekolah favorit atau aku menjadi alunmi sekolah favorit.

Ada begitu banyak makna tersirat yang Allah selipkan di sedihku. Apa pun yang Ia berikan kepadaku, aku akan berusaha bersyukur dan menjalanainya dengan sepenuh hatiku.

Hidup bukan semata-mata menjalani segala sesutau dengan keindahan, kadang kala kita dipaksa untuk merangkak supaya bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. []

Oleh:
Rahma Hijriyah Island
SMAN 6 Pekanbaru

About

Check Also

Aku Bisa Menggapai Mimpi

Kisah Nyata: Aku Bisa Menggapai Mimpiku

Smarteen.co.id – Sebenarnya aku tak pernah menyangka untuk bersekolah di sekolah swasta yang menjadi sekolahku …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *