Smarteen.co.id — Sore ini sepulang sekolah langit mendung. Seakan hujan turun namun hanya warna kelabu yang menggantung. Aku menikmati jalanan yang teduh ini, teringat dalam benakku akan seseorang yang jauh di sana. Masih tersimpan dalam memori, ketika aku dan Hamzah masih bersama di satu sekolah. Kini kita berjauhan.
Dimulai awal Juli saat dia milad. Lalu, Agustus 2017, aku dan dia sama-sama beradaptasi dengan sekolah baru, dan kita tetap menggengam komitmen. Namun, komunikasi kita akhirnya terhambat. Selain jarak yang jauh, aku hanya bisa memberi kabar padanya seminggu sekali, karena aku di ‘penjara suci’.
September 2017, kita saling rindu berat, hingga rasa itu kian memuncak pada titik pasrahnya. Hingga saat tiba perpulangan, aku segera membalas chat darinya.
Dia sempat bercerita kalau dia chat dengan perempuan lain. Setelah kutanya teman perempuannya, aku malah dikirimi screenshoot chattingan mereka. Aku lunglai. Air mata pun tak sanggup kubendung. Bagaimana tidak? Dalam screenshoot itu dia seperti chat dengan pacarnya sendiri, bukan seperti chat dengan teman biasa.
Sudah, aku cukup patah untuk kesekian kalinya. Aku pun berharap untuk segera kembali ke ‘penjara suci’.
Perjalanan kembali ke ‘penjara suci’-ku sendu. Aku rindu, tetapi kalut ini memeluk tangisku. Sudahlah, aku mencoba membalas lagi chat darinya. Walau jari jemari ini tak bertenaga untuk menyentuh layar yang menampakkan kontaknya.
Kemudian, kutepis cairan bening di pipiku dengan pasti, lalu kualirkan tenaga yang bersumber dari tekad yang menggebu-gebu ke jari jemari. Akan kubuktikan bahwa ia bukanlah segalaku. Epidermis kulitku sedikit demi sedikit mendekati layar bercahaya itu dan menyentuhnya. Kata demi kata tertulis di sana.
‘Oh… bukankah sudah kukatakan padamu? Kau hanyalah orang yang pernah memberi warna di hidupku. Kau tahu warna apa itu? Warna yang seharusnya diberikan pada orang lain. Hitam.’
Aku memutuskan komitmen, luka, dan cinta yang sudah kita pendam bertahun-tahun dengan kenangan yang tak sedikit ini. Aku tahu kau berat hati, begitu pula aku. Namun, hatiku bukan lagi aspal jalanan yang kapan saja bisa kau terpa.
***
Ia masih berharap padaku akan rasa itu meski sejauh ini kita hanya teman dekat. Saat ibuku menjenguk ke asrama, aku menyempatkan untuk membuka handphone. Dan tertulis dalam status WhatsApp-nya masih rindu denganku.
BACA JUGA: Kisah Hidup: Ya Allah, Satukanlah Kembali Hati Kedua Orang Tuaku
Itu jauh waktu yang lalu, Desember 2017, aku masih percaya saja dengan janjinya. Hingga UAS kala itu, aku berusaha semaksimal mungkin agar bisa segera pulang.
Kira-kira H-2 perpulangan, aku merelakan diri untuk membuka Facebook, barangkali ia sedang online. Kutunggu selalu pada hari-hari kosong ini, kapan kiranya ia menghubungiku. Namun, ia offline beberapa hari. Kuduga tidak punya paketan.
Esoknya perpulangan tiba, aku naik bus untuk sampai ke Kota Gaplek, Wonogiri. Aku senang sekali ketika menginjakkan kaki turun dari bus, lalu aku rela jalan kaki dengan payah agar bisa segera mengabari Hamzah.
Sampai di rumah, aku langsung membuka handphone tanpa meletakkan barang-barangku dulu. Kulihat WhatsApp-ku, kok tumben gak ada yang nge-chat? Lalu kulihat statusnya.
(SAMA-SAMA), begitu tulisnya. Aku pun langsung menanyakan kepada siapa sama-sama itu ditujukan. Dengan frontal, ia menjawab bahwa itu untuk cewek barunya.
BACA JUGA: PENGALAMAN HIDUP: Jangan Takut Memulai, karena Kita Semua adalah First Timer
Krrrkk… Retak, benar-benar deras hujan air mata ini. Aku kecewa atas segala kalimatmu, janjimu, harapmu, dan segala rasamu. Apakah seperti ini perpisahan yang kau inginkan? Tanpa kata, bahkan segala pamit.
Aku sadar kita hanyalah teman dekat sejauh ini, tapi mengapa rasamu kian memaksa rasa ini untuk bersama? Ini memang salahku, telah menduakan cinta-Nya atas cintanya. Harusnya aku lebih memilih Dia, bukan dia.
Sungguh, perpulangan ini menjadi saksi atas larungnya kecewaku, menjadi bukti pasrah tobatku atas-Nya. Ya Rabb, hatiku damai dalam taufik-Mu, karena kini fokusku hanya untuk-Mu, Sang Pemilik Hati, bukan makhluk-Nya yang memalsu janji. []
Oleh:
Hafshah Al Qoni’ah
MAN-PK MAN 1 Surakarta