ilmu tidak fair

Benarkah Ilmu Itu Bersifat ‘tidak Fair’ kepada Pencarinya?

Oleh:
Ustaz Amin Rois, Lc.
Alumni Jurusan Tafsir dan Ulumul Qur’an, Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir.

Smarteen.co.id In tu’thi kullaka lil ilmi, yu’thika ba’dhahu. Wa in tu’thi ba’dhaka lil ilmi lam yu’thika syai`an. Mahfudzot atau kata mutiara di atas kurang lebih berarti “Bila kau berikan seluruh hidupmu untuk ilmu maka ilmu akan memberimu setengahnya saja. Dan bila kau berikan setengah hidupmu untuk ilmu maka ilmu tidak akan memberimu apa-apa.”

Mahfudzot ini pertama kali saya temukan dalam Kitab al-Ilmi karangan Syekh Shalih Utsaimin. Di lain waktu saya menemukan kata mutiara yang sama di beberapa halaman mukadimah dari buku Nashr Hamid Abu Zaid, walaupun ada susunan atau kata yang sedikit berbeda, tetapi mempunyai subtansi yang sama.

Kalau kita baca biografi kedua tokoh di atas, kita akan tahu bahwa keduanya mewakili cara berpikir yang berbeda. Satu mewakili kelompok Salafi yang cenderung tekstualis, dan satu lagi mewakili kelompok liberal yang tidak mau tunduk dengan teks.

Justru di titik inilah saya semakin tertarik dengan mahfudzot di atas. Mahfudzot tersebut dijadikan sebagai tolok ukur determinasi (ketetapan) dalam ‘belajar’ oleh dua kubu yang saling bertolak belakang.

Mengacu pada makna kata mutiara di atas mungkin sekilas ‘tidak fair’. Di mana saat kita memberi keseluruhan hidup atau seluruh kesungguhan untuk mencari ilmu, ternyata ilmu hanya akan memberi setengahnya saja untuk kita. Tidak cukup itu, saat kita hanya memberi setengah kehidupan, memberi porsi tanggung untuk mencari ilmu, ternyata ilmu tidak akan memberi apa-apa, nothing.

BACA JUGA: Saat Ada Kejanggalan dalam Aturan, Mintalah Fatwa Kepada Hatimu

Walau secara eksplisit ungkapan di atas terkesan hiperbolis dan ‘tidak fair’, tapi memang seperti itulah hakikat ilmu, dalam arti keseluruhan ilmu.

Ilmu yang Allah ajarkan kepada makhluk hidup di alam ini terlampau luas untuk dikuasai manusia. Tidak ada seorang pun yang benar-benar bisa menguasai semua ilmu yang Allah miliki. Level paling tinggi bagi seorang pembelajar adalah profesor, dan itu pun terbatas pada bidang ilmu tertentu; ilmu alam, sosial, alat, agama, dan lain-lain.

Allah berfirman, “Katakanlah, “Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” [Q.S. al-Kahfi (18): 109]

Sebaliknya, bagi orang yang memberikan setengah hidup atau setengah kesungguhannya untuk mencari ilmu, maka ilmu tidak akan memberi apa-apa. Karena memang ilmu, sebagian ilmu, tidak akan bisa dicapai kecuali dengan kesungguhan dan totalitas. Selamat belajar, Sobat Smarteen! []

About admin

Check Also

Merayakan Kemerdekaan ke-79 ala Generasi Muda

Smarteen – Tujuh puluh sembilan tahun telah berlalu sejak Bapak Proklamator, Ir. Soekarno, membacakan naskah Proklamasi …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *