Saat Ada Kejanggalan dalam Aturan, Mintalah Fatwa Kepada Hatimu

Oleh:
Ustaz Amin Rois, Lc.
Alumni Jurusan Tafsir dan Ulumul Qur’an, Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir.

Smarteen.co.id — Tersiar berita tentang orang tua yang dituntut penjara belasan tahun karena mempekerjakan anaknya untuk berjualan cobek (ulekan dalam bahasa Jawa), walaupun akhirnya divonis bebas setelah mendekam dalam penjara selama 9 bulan.

Ada juga seorang ibu yang sangat berumur dituntut ganti rugi Rp 2 miliar karena ‘mengambil’ kayu di kebun anaknya. Aop Saopudin, seorang guru honorer SDN Penjalin Kidul V, Majalengka, Jawa Barat harus berurusan dengan hukum hanya gara-gara mencukur rambut murid didiknya.

Ini contoh dari produk hukum konvensional, di mana seseorang mengatasnamakan hukum, tapi justru mematikan hati. Sebuah kebenaran akhirnya didasarkan pada coretan-coretan pasal semata, sambil mengabaikan naluri dan fitrah manusia sebagai makhluk yang harusnya bisa lebih berperikeadilan dan berperikemanusiaan.

Di dimensi lain kita mengenal hukum fikih. Secara fikih dibolehkan seseorang mengerjakan umrah atau haji lebih dari sekali, dan kita tahu bahwa ibadah-ibadah tersebut memerlukan biaya yang tidak sedikit. Akan tetapi, di saat yang sama kita abai terhadap fenomena kemiskinan umat kita.

BACA JUGA: Menjaga Cinta Kita Agar Tak Dirusak Jin, Setan, dan Sekutunya

Tentu contoh di atas mempunyai dampak kerugian yang berbeda di masing-masing dimensi. Ada yang mencoba oportunis terhadap hukum sehingga seolah-olah dia halal untuk menzalimi yang lain. Ada juga yang memanfaatkan normatifnya hukum fikih, tapi lalai terhadap tanggung jawab besar lainnya seperti pemberdayaan fuqara’ dan masakin (fakir dan miskin).

Di konteks seperti di atas maka Rasulullah mengatakan istafti qalbak… walau aftâka an-nâsu wa aftauka (mintalah fatwa kepada hatimu, sekalipun orang-orang di keramaian mengatakan sesuatu).

Pesan tersebut disampaikan oleh Rasulullah Saw kepada Wabishah Ra. agar dia meminta fatwa kepada hati kecilnya ketika menemukan kejanggalan-kejanggalan dalam aturan. Bisa jadi kita menemukan keputusan hukum yang difatwakan oleh sebuah lembaga, tapi ternyata bertentangan dengan hati kecil dan naluri kita.

Dan tentu, naluri yang dimaksud adalah yang lahir dari qalbun salîm, dari hati yang sehat, hati yang selalu ingat akan Allah Yang Maha Adil. Karena alaisallâhu bi ahkamil hâkimîn. []

About admin

Check Also

2023 Punya Resolusi? Ini Dia Tips Mewujudkannya

smarteen.co.id – 2023 telah tiba. Salah satu hal yang banyak dilakukan orang di awal tahun …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *