menerima diri sendiri

Kisah Nyata: Perjalanan Menerima Diri Sendiri

Smarteen.co.id — Tidak terasa saat ini aku sudah menjadi siswi kelas XI SMA. Memang benar, masa SMA adalah masa ‘paling singkat’ dan paling berkesan seumur hidup. Untuk mengisinya, aku pun mengikuti beberapa organisasi, seperti OSIS, Astronomy Club, dan Teater.

Salah satu hal yang paling kupegang teguh adalah aku harus bertanggung jawab dan totalitas terhadap apa yang sudah kupilih. Jadi, aku memutuskan untuk all-out dengan segala aktivitas organisasi.

Aku pun menjadi lebih dikenal oleh banyak siswa di sekolah. Semua ini bermula ketika Astronomy Club di sekolahku mengadakan seminar, dan aku mendapat kesempatan menjadi pembawa acara.

Setelah itu, aku mulai ditunjuk untuk menjadi pembawa acara di beberapa event sekolah yang lain, bahkan aku pun turut menjadi pembawa acara wisuda akbar di sekolahku.

menerima diri sendiri
Sumber gambar: Kajianpustaka.com

Insecure karena Omongan Orang Lain

Semua kujalani dengan senang hati. Sampai pada suatu hari ada teman perempuan yang menyarankan agar aku diet, karena berat badanku sudah hampir 55 kg. Selain itu, dia juga mengatakan bahwa aku harus lebih memutihkan kulit wajahku lagi.

Sering kali saat kami bertemu, dia mengatakan, “Lebih baik pakai cream wajah ini biar lebih putih,“ atau, “Jadi pembawa acara juga harus punya penampilan fisik yang oke, lho!”

Setelah itu, aku mulai mencoba-coba diet. Aku searching di Google tentang panduan diet dan olahraga. Awal-awal olahraga, semuanya terasa berat dan mood-ku berantakan. Bahkan pada pekan awal, berat badanku tidak turun, tapi malah naik. Ah, lama-lama aku bosan.

BACA JUGA: KISAH NYATA: Pengalaman Menghadapi Kegagalan Sampai Kecewa

Kalau dipikir-pikir, memang maksud temanku itu baik, dia ingin membuatku menjadi jauh lebih baik. Namun terus terang saja, aku merasa insecure dengan pernyataannya yang seakan ingin mengubah diriku menjadi seperti apa yang dia inginkan.

Hal ini sangat berimbas pada pikiranku. Aku menjadi sering melamun. Aku sering berpikir, “Apa aku seburuk itu?” Padahal selama ini aku baik-baik saja. Aku memang terlihat lebih gemuk dari ukuran ‘standar’, tapi aku tidak sakit-sakitan. Kulitku memang skin tone-nya sawo matang, tapi tidak kusam.

Aku menjadi tidak percaya diri, aku merasa menjadi ‘kurang’, tapi aku tidak tahu harus bagaimana. Akibatnya, aku juga jadi jarang senyum. Sampai akhirnya aku bercerita pada ibuku tentang sikap temanku itu.

Menghadapi Body Shaming

Ibuku bilang bahwa temanku melakukan hal yang disebut body shaming atau mempermalukan kondisi fisik seseorang. Dalam konteks ini temanku mungkin berniat baik, tetapi cara yang dia gunakan salah.

Ibuku juga menasihati bahwa kita tidak akan bisa memuaskan semua orang. Mungkin temanku tadi ingin aku menjadi lebih baik menurut versinya, padahal aku sudah nyaman dengan diriku yang sekarang.

BACA JUGA: Pengalaman Hidup: Akan Kubuktikan, Seseorang Tidak Dinilai dari Fisiknya

Ibu juga menambahkan bahwa tidak masalah jika aku melakukan diet—asal sesuai anjuran dan tidak ada pemaksaan terhadap diri sendiri. Diet bukan untuk menurunkan berat badan, tetapi agar aku menjadi lebih sehat.

Sekarang aku menjadi lebih lega. Aku menjalani aktivitasku seperti biasanya. Terakhir, aku ingin mengatakan bahwa kita harus berhati-hati terhadap apa yang kita sampaikan pada orang lain, karena mungkin menurut kita sepele, tetapi dapat berdampak buruk bagi kehidupan orang tersebut.[]

TEEN JOURNALIST
Putri Indah Syukriah
MA Matholi’ul Anwar Lamongan

About Ibnu Majah

Check Also

Aku Bisa Menggapai Mimpi

Kisah Nyata: Aku Bisa Menggapai Mimpiku

Smarteen.co.id – Sebenarnya aku tak pernah menyangka untuk bersekolah di sekolah swasta yang menjadi sekolahku …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *