Mushaf Al-Qur'an

Zaid bin Tsabit, Penyusun Mushaf Al-Qur’an yang Kuasai Banyak Bahasa

Smarteen.co.id — Rasulullah Saw adalah seorang ummi. Hal itu disebutkan dalam Al-Qur’an Surah Al A’raf ayat 158, “Berimanlah kalian kepada Allah, Rasul-Nya, sang nabi yang ummi, yang beliau beriman kepada Allah dan kalimat-kalimat-Nya. Ikutilah beliau agar kalian mendapat petunjuk.

Terkait hal tersebut, sebagian ahli tafsir menjelaskan bahwa Al-Ummi berarti seseorang yang tidak bisa membaca dan menulis. Dalam sahih Bukhari pun dijelaskan bahwa ketika menerima wahyu pertama kali, Rasulullah mengaku tak bisa membaca saat Malaikat Jibril menyampaikan, Iqra’ (bacalah).

Selanjutnya, setiap kali menerima kalam Ilahi, Rasulullah selalu mengingat, menghafal, dan menyampaikan kepada umatnya. Lantas, bagaimana Al-Qur’an bisa ada hingga saat ini dalam wujud mushaf yang mudah dibaca umat muslim?

Salah seorang yang cukup berjasa terkait penulisan dan pengumpulan lembaran-lembaran isi Al-Qur’an yang sebelumnya tercecer adalah Zaid bin Tsabit.

Mushaf Al-Qur'an

Kemampuan Literasi di Atas Rata-Rata

Zaid adalah anak yang cerdas. Ketika Rasulullah sampai di Madinah, usianya baru 11 tahun dan ia sudah hafal 17 surah Al-Qur’an yang kemudian langsung di murajaah oleh Rasulullah. Zaid juga berhasil menyempurnakan hafalan Al-Qur’an saat Rasulullah masih hidup.

Kemampuan literasi Zaid memang di atas rata-rata. Rasulullah bahkan sempat menyuruhnya belajar beberapa bahasa asing, termasuk bahasa kaum Yahudi, dan hebatnya Zaid dapat mempelajarinya dengan cepat. Selain itu, ia juga mahir bahasa Persia, Roma, serta Habasyah. Karena kemampuan bahasa itulah Zaid menjadi salah satu penulis surat-surat dakwah Rasulullah.

BACA JUGA: Cara Agar Generasi Milenial Hafal Al-Qur’an

Rasulullah pun sering memanggil Zaid untuk menuliskan wahyu Al-Qur’an yang datang secara bertahap, meski sebenarnya ia bukan satu-satunya penulis wahyu. Masih ada Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, dan Ubay bin Ka’ab.

Mengumpulkan Ayat-Ayat Al-Qur’an

Pada masa kepemimpinan Abu Bakar, Umar bin Khattab menyarankan agar Al-Qur’an ditulis dan dikumpulkan menjadi satu, mengingat saat itu banyak penghafal Al-Qur’an yang syahid. Awalnya Abu Bakar kurang setuju dengan saran tersebut, karena menganggap itu adalah bid’ah yang tak pernah dicontohkan Rasulullah.

Namun, setelah istikharah akhirnya Abu Bakar menyetujui dan memberikan mandat kepada Zaid untuk menghimpun catatan dan hafalan Al-Qur’an yang tercecer di antara para sahabat yang masih hidup. “Engkau adalah pemuda yang cerdas, Zaid. Kami tidak pernah meragukan kemampuanmu. Engkau juga selalu diperintahkan Nabi Saw untuk menuliskan wahyu, maka kumpulkanlah ayat-ayat Al-Qur’an,” ujar Abu Bakar.

“Demi Allah, ini adalah pekerjaan yang berat. Seandainya kalian memerintahkan aku untuk memindahkan sebuah gunung, rasanya itu lebih ringan daripada tugas menghimpun Al-Qur’an,” sahut Zaid.

BACA JUGA: Mengenal Al Idrisi, Muslim Pencetus Bola Dunia

Namun setelah diyakinkan, akhirnya Zaid menerima amanah itu dan mulai mendatangi para sahabat untuk mengumpulkan hafalan Al-Qur’an. Sebenarnya, Zaid sudah mempunyai hafalan yang lengkap, bahkan langsung disetorkan kepada Rasulullah, tapi ia tidak mau gegabah dan hanya mengandalkan hafalan sendiri. Ia mengumpulkan hafalan para sahabat yang ditulis di daun, tulang, pelepah kurma, kulit, dan sebagainya untuk kemudian ia tulis ulang dalam lembaran-lembaran dan mengikatnya menjadi satu.

Ia mengecek hafalan yang dimiliki dengan hafalan para sahabat lain dengan cermat untuk menyamakan dan meminimalisir kekeliruan yang bisa saja terjadi. Itulah mushaf pertama yang dimiliki umat Islam. []

 

About

Check Also

Jago Life Hacks

Solo – Di antara Sobat Smarteen pasti ada yang punya celana jins kesayangan, tetapi risletingnya …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *