Ilmuwan Muslim Modern

Aziz Sancar, Ilmuwan Muslim Modern Peraih Nobel Kimia

Smarteen.co.id — Ketika komponen kendaraan kita rusak, kita tinggal ke bengkel untuk memperbaikinya. Namun, apa jadinya jika komponen DNA kita yang rusak? Tentu saja akan terjadi abnormalitas pada fungsi tubuh.

Sebab, molekul DNA berhubungan langsung dengan kinerja sel-sel dalam tubuh. Akibatnya bisa beragam, mulai dari mutasi sampai pembentukan tumor ataupun kanker karena pembelahan sel yang tak terkendali.

Tubuh manusia pun berpotensi mengalami kerusakan. Seperti halnya mesin kendaraan, DNA rusak perlu tempat reparasi. Hingga kemudian, di tahun 2015 lalu muncullah ‘bengkel molekuler’, dan enzim menjadi montirnya.

Temuan ‘bengkel molekuler’ ini dibawa oleh tiga ilmuwan dunia, yaitu Aziz Sancar, Tomas Lindahl, dan Paul Modrich. Ketiganya mendapat Nobel yang diumumkan pada 7 Oktober 2015.

Perlu Sobat ketahui bahwa Aziz Sancar merupakan seorang ilmuwan muslim yang bekerja di University of North Carolina, Amerika Serikat. Ia adalah ahli kimia keturunan Turki-Amerika Serikat yang mengikuti jejak Profesor Ahmed Zewail, seorang ahli kimia Mesir peraih Nobel yang sama tahun 1999.

Sementara dua rekannya, Tomas Lindahl merupakan warga negara Swedia yang melakukan penelitian di Inggris lebih dari tiga dekade, dan Paul Modrich adalah peneliti dari Duke University.

Jika Ahmad Zewail dikenal sebagai Bapak Femtokimia karena meraih penghargaan atas usahanya di bidang Femtokimia, Aziz Sancar meraih nobel di bidang yang sangat prestisius, yakni pemetaan bagaimana fungsi sistem perbaikan DNA manusia pada tingkat molekuler.

Ilmuwan Muslim Modern

BACA JUGA: Tahani Amer, Muslimah Berhijab Pertama di NASA

Kehancuran DNA terjadi terus menerus sepanjang waktu yang disebabkan oleh sinar ultraviolet, radikal bebas, dan zat-zat karsinogenik lainnya. DNA bisa rusak karena sifatnya yang tidak stabil. Itu terjadi karena perubahan spontan genom setiap hari.

Aziz Sancar mengungkap mekanisme ‘bengkel molekuler’ dengan pemahaman bahwa proses perbaikan molekul itu berlangsung ketika sel mengalami mutasi, yang salah satunya bisa karena terpapar sinar ultraviolet.

Dia menemukan adanya enzim yang berperan mempertahankan sel dari kerusakan akibat sinar ultraviolet. Salah satu enzim yang berperan itu adalah eksinuklease.

Saat DNA terpapar sinar ultraviolet, basa timin yang menyusunnya ‘lengket’ satu sama lain. Kemudian, enzim eksinuklease menemukan kelainan ini dan mengoreksinya. Lalu, dua enzim lain yang bernama DNA polimerasi dan DNA ligase menyempurnakan koreksiannya.

Kehidupan Pribadi Aziz Sancar

Sancar saat ini adalah profesor Biokimia dan Biofisika di University of North Carolina School of Medicine dan anggota dari UNC Lineberger Comprehensive Cancer Center. Ia juga merupakan co-founder Aziz & Gwen Sancar Foundation, yang merupakan organisasi non-profit untuk mempromosikan budaya Turki dan mendukung mahasiswa Turki di Amerika Serikat.

Abdulgani Sancar, keponakan Aziz Sancar, bercerita bahwa Aziz adalah seorang anak yang tumbuh dalam keadaan sulit. “Kakek kami membesarkan dan mendidik anak-anaknya sambil bekerja sebagai petani,” ceritanya.

Kerabat Aziz yang lain bernama Hikmet Kaya bercerita bahwa Sancar di masa kecil belajar di bawah cahaya lilin karena pasokan listrik sangat kurang.

Sancar sendiri juga pernah bercerita kepada televisi Haber Turk, bahwa dirinya berasal dari sebuah keluarga petani dengan delapan bersaudara. Pria kelahiran Turki, 8 September 1946 tersebut mengatakan orang tuanya sangat mementingkan pendidikan. Ibunya adalah pegiat masjid yang mengajari Sancar kecil nilai-nilai Islam dan nasionalisme.

BACA JUGA: Legenda Sepak Bola Dunia, Zidane: “Setelah Salat, Hati Terasa Tenang”

Meski tidak bisa membaca dan menulis, ibunya sangat mengidolakan Mustafa Kemal Ataturk—presiden pertama Turki, dan bertekad tinggi untuk menyekolahkan semua anak-anaknya. Akhirnya, kedelapan anaknya pun menjadi lulusan universitas.

Sehari sebelum pengumuman pemenang hadiah Nobel, panitia Nobel di Oslo mengumumkan nama pemenang Nobel adalah dari bidang kedokteran. Kejutan itu datang keesokan harinya. Nama Sancar diumumkan sebagai salah satu pemenang, bukan untuk bidang kedokteran, tetapi bidang kimia.

Alumni dari Istanbul University itu menerima telepon pada pukul 5 pagi dari Oslo yang mengabarkan bahwa ia dan dua ilmuwan lainnya memenangi Hadiah Nobel untuk bidang kimia.

“Saya tentu saja menghargai pengakuan atas semua pekerjaan yang telah saya lakukan selama bertahun-tahun ini. Ini untuk keluarga saya dan negara saya,” kata Sancar seperti dilansir The Guardian. []

About Ibnu Majah

Check Also

Merayakan Kemerdekaan ke-79 ala Generasi Muda

Smarteen – Tujuh puluh sembilan tahun telah berlalu sejak Bapak Proklamator, Ir. Soekarno, membacakan naskah Proklamasi …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *