Smarteen.co.id — Saya selalu terpesona dengan kisah Mush’ab bin Umair Ra. Segala atribut idola anak muda masa kini ada pada Mush’ab di zamannya. Ia adalah pemuda dari keluarga kaya, terpandang. Wajahnya rupawan.
Muda, kaya, tampan, stylish, dan menjadi idola para gadis. Lengkap sudah untuk menjadi role model anak muda. Rasanya standar menjadi idola bagi anak muda saat ini juga tak terlalu beda jauh.
Namun, mari kini lihat apa yang terjadi sesudahnya. Mush’ab mendapat hidayah. Ia menjadi pemuda yang rajin datang di majelis ilmu Rasulullah. Diam-diam tentu saja. Keluarganya tak rela Mush’ab berpindah dari kepercayaan nenek moyang.
BACA JUGA: KISAH NYATA: Dari Pacaran, Muhasabah, hingga Hijrah
Saat keluarganya tahu keislaman Mush’ab, ia dianiaya. Segala fasilitas kemewahan dicabut. Namun, Mush’ab tetap teguh pendirian. Sebab ia sudah hijrah, dari dzulummat (kegelapan) menuju nuur (cahaya).
Mush’ab lantas berubah. Ia hanya memakai kain burdah penuh tambalan saat datang ke majelis Rasulullah. Namun, inilah Mush’ab. Hijrah membuatnya tak goyah, meski segala fasilitas tercerabut.
Hari ini mungkin ada anak muda seperti Mush’ab. Mereka bertekad hijrah dari kehidupan sebelumnya. Gelombang hijrah telah membahana di Nusantara. Para pesohor ikut mengamplifikasi. Hijrah Fest menjadi bukti betapa gelombang hijrah tak bisa dibendung lagi.
Tentu saja dalam hijrah pasti ada tantangan. Namun, saudara seiman telah menunggu. Kalian yang hijrah tak sendiri. Hijrah memerlukan lingkungan, pertemanan, dan guru yang mendukung. Seperti Mush’ab, ia memiliki lingkungan terbaik di sisi Rasulullah, berada dalam lingkaran para sahabat, dan memiliki Rasulullah sebagai pembimbing.
Apakah hijrah berarti harus meninggalkan dunia? Tidak. Lihat Abdurrahman bin Auf. Saat hijrah ke Madinah, ia tidak membawa apa-apa. Kemudian ia minta ditunjukkan pasar, dan kembali menjadi saudagar.
Hijrah bukan lantas meninggalkan segalanya. Hanya yang buruk yang kita tinggalkan. Percayalah ada berjuta kebaikan yang tengah menunggu di gerbang hijrah. Mush’ab telah mengisi hijrahnya dengan kegemilangan, lalu apakah kita siap melanjutkan? []
Oleh:
Hafidz Muftisany
Jurnalis, Penulis