Smarteen.co.id — Masa remaja adalah masa yang menggebu-gebu dalam berbagai hal, termasuk urusan hati. Jika tak dijaga baik-baik, kita bisa terjerumus ke dalam ‘jurang kelam kehidupan’. Sementara itu, remaja juga dituntut untuk menjalin relasi pertemanan seluas-luasnya demi mendapat pengalaman. Lalu, bagaimana agar kita bisa membuka sekaligus menjaga hati ini secara beriringan?
Simak perbincangan Smarteen dengan Kak Nunung Fathur, salah satu penggagas (founder) akun dakwah @tausiyahku_ di Instagram yang memiliki lebih dari 2,1 juta followers di Instagram, berikut ini.
Bagaimana agar remaja bisa menjaga hati, sekaligus tetap bisa bergaul secara luas?
Pertama, remaja harus memahami batasan diri. Misalnya untuk urusan ibadah wajib seperti salat, serta urusan lain seperti menjaga aurat dan adab.
Kedua, remaja harus mau terbuka untuk ‘hal-hal baru’ yang ditemuinya di pergaulan luas. Maksudnya jangan diterima langsung, tapi mau terbuka pada orang tua atau guru untuk menanyakan lebih dalam tentang hal baru itu. Misalnya tentang lawan jenis, fashion, atau hal lain.
Jadi, bisa disimpulkan kalau remaja itu boleh bergaul secara luas, tetapi ia tetap harus punya seseorang yang bisa dijadikan pendamping, misalnya orang tua, begitu?
Iya, peran orang tua pada remaja usia sekolah masih sangat diperlukan. Remaja belum bisa dilepas begitu saja.
BACA JUGA: Tips Menjaga Hati Agar Tak Tergoda untuk Pacaran
Remaja harus punya seseorang untuk tempat berbagi. Selain orang tua, bisa juga guru, pakde, bude, atau orang terdekat lainnya yang bisa dipercaya.
Kalau remaja sudah berusaha menjaga hati, tapi dari luar ada orang-orang yang mencoba mendekati, bagaimana agar ia tetap istikamah dengan ketetapannya?
Jika orang-orang luar itu mendekati untuk kebaikan dan mengajak pada hal positif tentu tidak masalah. Misalnya mengajak ikut kajian, olahraga, dan gabung komunitas. Ini justru baik. Remaja harus terbuka terhadap hal-hal semacam ini.
Namun, jika mendekati untuk hal kurang baik, misalnya mengajak pacaran, merokok, menonton film kurang baik, maka untuk tetap istikamah tanyakan pada diri sendiri atau orang tua atau orang terdekat yang dipercaya, “Kalau hal ini dilakukan, baik atau nggak? Apa dampaknya?”
Intinya kita bisa istikamah menjaga diri dengan bertanya pada diri sebelum memutuskan. Jika diri sendiri tak bisa memberi keputusan, maka diperlukan peran orang tua atau orang terdekat yang dipercaya.
Berarti peran orang tua/orang terdekat yang dipercaya itu sangat penting. Sementara itu tidak semua remaja punya sosok tersebut. Lalu bagaimana menyikapinya?
Faktor berikutnya setelah keluarga yang bisa memengaruhi seseorang adalah lingkungan. Jika orang tua atau keluarga kurang mendampingi, maka carilah lingkungan yang baik. Lingkungan itu termasuk buku bacaan yang baik, media sosial dengan mem-follow akun-akun yang bisa mengingatkan dan mengajak pada kebaikan.
Hubungan antara remaja laki-laki dan perempuan itu sebaiknya sejauh apa, supaya tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan?
Dasarnya remaja laki-laki dan perempuan harus memahami batasan aurat dirinya. Lalu tutupi. Sebab, biasanya dari aurat itulah hadir niat-niat lain dalam hubungan.
Untuk semua remaja, laki-laki maupun perempuan, silakan bergaul dalam batasan-batasan tertentu. Misalnya dalam mengerjakan tugas kelompok, menjadi panitia kegiatan, atau olahraga.
BACA JUGA: Stop Komunikasi dengan Mantan Pacar, Apakah Memutus Silaturahmi?
Dalam pergaulan itu, tanamkan pada diri untuk merasa bahwa kita sedang ‘diawasi Allah’. Sehingga kalau remaja laki-laki dan perempuan mau melakukan tindakan macam-macam (di luar batasan) seperti pegangan tangan, cipika-cipiki, atau hal-hal lain yang ‘diinginkan’, akan hadir rasa takut—dan semoga tidak terjadi.
Bagaimana kalau ada pertanyaan begini, “Jika saat remaja tidak boleh menjalin cinta, bagaimana nanti kalau mau menikah? Kan jadi tidak punya pengalaman?”
Tanamkan pada diri bahwa untuk mendapatkan pasangan yang baik maka kita harus memperbaiki diri. Menikah itu butuh ilmu, tapi bukan dengan mencoba menjalin cinta tak jelas untuk mendapatkan pengalaman. Ini niatnya keliru.
Pada usia remaja, jalinlah cinta dengan menyibukan diri untuk belajar, raih prestasi, bahagiakan orang tua. Tahan kesenangan sementara, untuk kebahagiaan nanti. [Ibnu Majah]