Smarteen.co.id — Prank berasal dari bahasa Inggris, artinya lelucon atau kelakar. Di realita sosial kita, prank adalah tindakan lucu-lucuan yang dilakukan orang kepada orang lain dengan tujuan membuat malu, bingung, dan tidak nyaman korbannya.
Biasanya adegan tersebut direkam dalam bentuk video dan akhirnya diunggah oleh pelaku untuk mengejar viewer Instagram maupun media sosial lainnya.
Apakah prank itu settingan atau natural? Ada yang settingan, dan contohnya banyak, ada juga yang natural. Untuk kasus prank natural, maka jangan salahkan korban atau pihak yang berwenang bila kemudian berlanjut pada hukum pidana.
Dilansir genmuda.com, akun Trollstation di Youtube terpaksa diciduk polisi atas serangkaian prank yang mereka lakukan di tahun 2015 lalu.
Akun yang punya 718.000 lebih subscriber itu ditangkap karena aksi perampokan palsu di National Portait Gallery, London, dan penculikan palsu di depan umum yang menghebohkan masyarakat. Empat anggota Trollstation yang tertangkap itu Daniel Jarvis (27), Helder Gomes (23), Endrit Ferizolli (20), dan Ebener Mensah (29).
Jika prank (untuk ngerjain orang) itu adalah hiburan, maka hiburan itu bukanlah menempatkan saudara kita dalam posisi terzalimi. Hiburan itu bukan menertawakan orang lain yang mendadak culun gara-gara kelakuan kurang ajar kita.
Harusnya kita menertawakan diri sendiri karena sebenarnya kita telah menzalimi orang lain. Ada hak saudara kita yang perlu kita jaga, mereka mempunyai kehormatan dan wibawa sesuai dengan fitrah manusia normal pada umumnya.
Prank itu mematikan sensitivitas moral manusia. Misal sapaan “Hey…”, kata itu adalah ungkapan untuk memanggil orang lain agar menghadap atau merespons kita.
BACA JUGA: Jangan Sampai Kena Musibah Berjamaah Akibat Kelalaian Kita
Namun, prank yang sekarang viral adalah, sapaan tersebut mendadak diubah menjadi lirik lagu anak-anak “Hey… Hey Tayo...”, sehingga ketika ada orang merespons panggilan tersebut dia merasa beloon dan culun karena dibohongi.
Bila ‘sensitivitas moral’ seperti ini terus menerus dikaburkan, maka tidak menutup kemungkinan komponen-komponen moral kita semakin lama semakin larut dalam guyonan semata, bias dan tidak punya nilai.
Rasulullah bersabda, “Celakalah orang yang berbicara, padahal ia berbohong untuk sekadar membuat orang-orang tertawa, celakalah dia, celakalah dia.” (H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi). []
Oleh:
Ustaz Amin Rois, Lc.
Alumni Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir