bumi bulan vs bumi datar

Mengenal Al Biruni, Ilmuwan Muslim Pencetus Teori Bumi Bulat

Smarteen.co.id — Jika Sobat masih ingat, di zaman sekolah dasar, guru IPA di sekolah telah mengajarkan kepada kita bahwa bumi itu berbentuk bulat seperti bola. Bahkan, globe pun—yang merupakan miniatur bumi, juga berbentuk seperti bola.

Anehnya, tak semua orang percaya atas hal itu. Mereka justru percaya bahwa bumi itu datar. Keyakinan ini sudah muncul sejak berabad-abad yang lalu, dan belakangan juga kembali santer terdengar di berbagai obrolan media sosial.

Memang, bumi beserta isinya merupakan bidang kajian yang menarik perhatian para ilmuwan.

Di Barat, wacana bentuk bumi bulat baru berkembang pada abad ke-16 M. Seorang astronom bernama Nicolaus Copernicus adalah yang mencetuskan dengan teori heliosentrisnya—bahwa matahari adalah pusat tata surya, dan bumi, planet, beserta benda-benda langit lainnya berputar mengelilingi matahari secara teratur.

Cetusan teori ini selanjutnya diikuti Galileo Galilei, setelah melakukan berbagai riset, yang mengungkapkan bahwa bumi itu bulat pada 1616. Pendapat ini memperkuat kesimpulan bahwa bumi itu bulat berdasar penemuan Benua Amerika oleh Christopher Colombus pada 1492.

Namun, nyatanya jauh sebelum itu seorang ilmuwan muslim telah lebih dulu mengungkapkan teori bahwa bumi itu bulat. Dia adalah Abu Raihan Muhammad bin Ahmad Al Biruni. Orang-orang mengenalnya dengan sebutan Al Biruni. Sebutan ini berarti asing, sebab dirinya menempati kawasan yang dihuni oleh orang-orang asing di pinggiran Khawarizmi, Turkmenistan.

bumi bulan vs bumi datar

Sang Ilmuwan Polymath

Lahir pada tanggal 5 September 973 M di Khawarazmi, Tukmenistan pada masa kekaisaran Persia. Ia merupakan seorang matematikawan, astronom, fisikawan, sarjana, penulis ensiklopedia, filsuf, pengembara, sejarawan, ahli farmasi, dan guru.

Sejarah keemasan Islam mencatat cukup banyak polymath—orang yang sangat kompeten tidak hanya dalam satu bidang ilmu, tetapi dalam beberapa bidang ilmu sekaligus. Al Biruni adalah salah satunya.

Sebagaimana lazimnya anak-anak pada masa itu, Al Biruni sudah hafal Alquran sebelum balig. Ia juga belajar ilmu fikih dasar dengan serius, sehingga pada saat balig ia sudah mengenal semua syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.

BACA JUGA: Mengenal Al Idrisi, Muslim Pencetus Bola Dunia

Pada usia 17 tahun, Al Biruni sudah menghitung posisi lintang bujur dari Kath, Khawarizmi dengan metode tinggi matahari. Ia juga memecahkan persamaan geodesi kompleks untuk menghitung jari-jari bumi, dan mendapatkan angka sekitar 6339,9 km, hanya berselisih 16,8 km dari nilai modern yaitu 6356,7 km.

Pada usia 22 tahun, Al Biruni sudah menulis sejumlah karya ilmiah, termasuk proyeksi peta, penggunaan sistem koordinat 3D-Cartesian (saat itu belum disebut Cartesian) dan transformasinya ke sistem koordinat polar.

Pencetus Bumi Bulat

Bagaimana Al Biruni menentukan bumi itu bulat, bahkan mengukur jari-jari bumi? Modalnya adalah alat ukur derajat bintang yang disebut Astrolabe, gunung yang tinggi dengan pemandangan horizon yang rata sempurna, dan ketiga rumus trigonometri.

Dalam pengamatannya, Al Biruni banyak membuat berbagai instrumen astronomi, seperti alat untuk mencari kiblat atau mengukur saat-saat salat di semua tempat di dunia. Ia juga menegaskan perbedaan antara astrologi dari astronomi. Ia menolak astrologi karena tidak empiris dan hanya menghubungkan dengan cara yang tidak logis.

Setelah membaca banyak data hasil pengamatan, diyakini bahwa bumi itu bulat, berputar pada porosnya sehari sekali, dan beredar mengelilingi matahari setahun sekali. Hal ini menjadi pertentangan pendapat pada masanya. Namun, pendapat Al Biruni diyakini paling dekat dengan data-data empiris.

BACA JUGA: Mengenal Ibnu Majid Si Singa Lautan, Navigator Ulung di Lautan

Berbeda dengan Ptolomeus yang hanya memilih data sesuai teorinya. Al Biruni melakukan dengan cara yang lebih ilmiah, termasuk memperbaiki teorinya. Inilah yang kemudian melahirkan dukungan pada Teori Heliosentris Copernicus, dan meninggalkan Teori Geosentris Ptolomeus.

Mengenang Al Biruni

Untuk mengenang Al Biruni, pada tahun 1970 International Astronomical Union (IAU) menyematkan nama Al Biruni pada salah satu kawah di bulan. Kawah berdiameter 77,05 km itu diberi nama kawah Al Biruni (The Al Biruni Crater).

Al Biruni wafat pada 3 Rajab 448 H/13 Desember 1048 M di Kota Ghazna di usia 75 tahun. Ilmuwan besar dari Turkmenistan ini meninggalkan sejumlah karya penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan. []

About Ibnu Majah

Check Also

Merayakan Kemerdekaan ke-79 ala Generasi Muda

Smarteen – Tujuh puluh sembilan tahun telah berlalu sejak Bapak Proklamator, Ir. Soekarno, membacakan naskah Proklamasi …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *