Smarteen – Tujuh puluh sembilan tahun telah berlalu sejak Bapak Proklamator, Ir. Soekarno, membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan. Artinya, 17 Agustus tahun ini, bangsa kita memasuki tahun ke-79 sebagai bangsa yang merdeka. Sebelum itu, kita dijajah oleh bangsa lain yang tentunya menimbulkan banyak kerugian.
Kemerdekaan Indonesia yang terjadi pada 17 Agustus 1945 merupakan salah satu peristiwa penting dalam lini masa sejarah bangsa Indonesia. Dahulu, pejuang-pejuang dari berbagai latar belakang berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkan mimpi bersama, yakni merdeka.
Dibutuhkannya perjuangan tanpa henti selama bertahun-tahun menandakan seberapa pentingnya momen tersebut bagi bangsa Indonesia. Lantas bagaimana sebaiknya sekarang kita merayakan momen kemerdekaan?
Merayakan Kemerdekaan
Ade Reynaldy, salah satu fasilitator di sebuah sekolah nonformal di Bogor, Surau Academy, mengungkapkan bahwa salah satu cara untuk merayakan kemerdekaan ialah dengan mengenalkan generasi muda pada fakta-fakta sejarah perjuangan bangsa.
“Caranya ya dengan dikenalkan kembali pada fakta-fakta sejarahnya, sehingga mau bagaimana pun perayaannya, jika esensinya adalah untuk mengingat fakta sejarah, nantinya akan secara langsung menjadi bermakna,” ungkap Ade.
Menurutnya, sebuah perayaan memang identik dengan sesuatu yang meriah. Oleh sebab itu, ada baiknya jika hal tersebut juga diimplementasikan saat perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia.
“Dengan adanya perayaan yang meriah, harapannya momen tersebut dapat dikenang dan dirindukan di kemudian hari,” lanjut Ade. Meski begitu, semuanya tetap harus dikembalikan pada situasi dan kondisi. Jika memang tidak memungkinkan untuk merayakan kemerdekaan secara meriah, kita tidak perlu melakukannya. Hal yang paling penting adalah, kita tetap bisa menjaga esensi kemerdekaan.
Esensi Kemerdekaan
Nah, kira-kira apa sih makna atau esensi kemerdekaan yang harus dipahami oleh putra-putri bangsa, khususnya para generasi muda penerus perjuangan?
Ade menerangkan bahwa generasi muda sebaiknya memaknai hari kemerdekaan dengan merancang diri menjadi sosok yang merdeka. “Tidak harus jauh-jauh membahas bagaimana perjuangan para pejuang dalam mencapai suatu kemerdekaan, tapi pemuda perlu memiliki rasa merdeka dari kebiasaan buruk yang ia miliki, dari sesuatu yang sifatnya hura-hura dan kurang positif,” ucapnya.
Rasa merdeka itu, lanjut Ade, perlu ditumbuhkan dalam diri anak muda agar mereka dapat merdeka dari segala bentuk penjajahan. Karena sekarang, meski kita sudah tidak berperang seperti zaman dulu, penjajahan sebenarnya masih terjadi. Kita sedang dijajah melalui teknologi, ideologi, stigma, dan lain sebagainya.
“Maka dari itu, pemuda saat ini perlu merdeka terlebih dahulu dari kebiasaan buruk dan menggantinya dengan kebiasaan positif yang bermakna,” jelas Ade.
Misalnya, dengan menghindari tindak perundungan (bullying). Bagi Ade, perundungan di kalangan pelajar juga dapat terjadi karena kurangnya rasa merdeka dalam diri seseorang. Mengapa begitu? Karena sesungguhnya seorang individu yang sudah merdeka akan lebih fokus pada pengembangan dirinya.
Ade menjelaskan bahwa, baik pelaku maupun korban perundungan, sama-sama belum memiliki rasa merdeka dalam diri mereka. “Jika saja salah satunya sudah memilikinya—rasa merdeka—maka yang namanya perundungan tidak akan terjadi,” tegas Ade.
Merdeka dari Perundungan
Dalam hal ini, anggap korban perundungan berani membela diri untuk mempertahankan hak-haknya, otomatis pelaku perundungan tidak akan mendapat kesenangan saat ia mengganggunya. Oleh sebab itu, kecil kemungkinan hal tersebut akan terulang lagi.
Demikian halnya dengan pelaku, jika ia sudah memiliki rasa merdeka, maka ia tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang merugikan orang lain. Ia akan fokus mengembangkan diri untuk menjadi pribadi yang semakin baik dari waktu ke waktu, sehingga tidak akan memiliki kesempatan untuk merundung orang lain.
Setuju dengan hal tersebut, seorang pelajar di Cirebon, Muhammad Nadio Askhabi mengungkapkan bahwa orang-orang yang suka mem-bully orang lain itu kebanyakan karena tidak memiliki hal yang bisa dibanggakan dari dirinya.
“Menurut saya, anak-anak yang suka mem-bully temannya itu karena mereka nggak punya sesuatu yang bisa dibanggakan, makanya mereka mengganggu orang lain biar ditakuti, dihormati, atau dianggap keberadaannya,” kata Nadio.
“Sayangnya, cara mereka salah. Jika dikaitkan dengan kemerdekaan, ya benar para pelaku ini belum merdeka. Harusnya mereka menghilangkan sifat negatif suka mengganggu orang lain itu, dan kalau ingin dihormati ya bisa dengan cara lainnya, menjadi anak berprestasi misalnya,” tambah Nadio. <>
TEEN JOURNALIST
Nadyne Valiqa Myshanti
MAS Sirojul Athfal Bogor