Smarteen.co.id — Asalamualaikum. Ustaz, mohon penjelasan tentang ketentuan zakat fitrah. Siapa saja yang wajib membayarnya? Saya yang masih remaja, belum punya penghasilan, apakah juga wajib membayar/harus minta dibayarkan orang tua? Berapa banyak yang harus dibayarkan oleh masing-masing? Kapan sebaiknya dilaksanakan, dan kepada siapa kita harus membayarkan? Haruskah lewat suatu lembaga, misalnya lembaga amil zakat, atau takmir masjid, atau bolehkah kita langsung menyalurkan sendiri zakat kita kepada orang yang kita anggap berhak menerimanya? Matur suwun. (Tomi, Klaten, 08779855xxxx)
Diasuh oleh:
Ustaz Tri Bimo Soewarno, Lc., M.S.I.
Ustaz dan Pengajar MAN 1 Surakarta
Wa’alaikumsalam Wr. Wb. Sobat Smarteen yang budiman, perlu kami sampaikan sebelumnya bahwa hukum zakat fitrah adalah fardhu ‘ain. Di antara nash syar’i yang menjelaskan tentang hal ini adalah Al-Qur’an Surah al-A’la ayat 14, qad aflaha man tazakkâ.
Imam Nafi’ meriwayatkan dari sahabat Ibnu Umar bahwa ia berkata, “Nazalat hâdzihil âyah fî zakâti Ramadhân”—ayat ini (al-A‘la: 14) turun terkait zakat Ramadan/zakat fitrah. Selain ayat tersebut, hukum wajibnya zakat fitrah juga dijelaskan dalam beberapa hadis nabi.
Kalangan yang wajib menunaikan zakat firah adalah setiap muslim, baik kecil, dewasa, laki-laki, perempuan, yang memiliki kelebihan makanan pada malam hari raya dan siang harinya. Dalam konteks ini, yang wajib membayarkan zakat fitrah adalah kepala rumah tangga. Zakat fitrah istri dan semua anak dalam satu keluarga ditanggung oleh ayah. Akan tetapi, jika seorang anak sudah mendapatkan penghasilan cukup dan hidup mandiri, dibolehkan baginya membayar zakat fitrah sendiri, walaupun belum berkeluarga.
Takaran dalam Ketentuan Zakat Fitrah
Adapun takaran yang harus ditunaikan dalam ketentuan zakat fitrah untuk masing-masing orang adalah satu shô’ bahan makanan pokok pada satu wilayah. Satu shô’ ini seukuran cakupan empat telapak tangan penuh orang sedang (orang yang tidak terlalu besar ataupun kecil).
BACA JUGA: Perlukah Kita Mengontrol Penyaluran Harta yang Telah Disedekahkan? Ini Kata Ustaz!
Para ulama berselisih pendapat kala mengonversi ukuran 1 shô’ ini ke ukuran berat. Sebagian ulama berpendapat bahwa 1 shô’ setara dengan ukuran 3 kg. Sebagian lain berpendapat bahwa 1 shô’ disamakan dengan 2,5 kg. Dan pendapat lainnya menetapkan bahwa ukuran 1 shô’ berkisar 2,8 kg.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa menunaikan zakat fitrah dengan bahan makanan pokok 2,5 kg adalah sah. Adapun jika zakat fitrah ditunaikan lebih dari 2,5 kg, maka hal tersebut merupakan perkara baik sebagai bentuk langkah ihtiyâty (preventif).
Waktu Zakat Fitrah
Secara normatif syar’i, waktu yang mewajibkan seseorang membayar zakat fitrah adalah setelah terbenamnya matahari malam Idulfitri hingga esok paginya sebelum pelaksanaan Salat Id. Akan tetapi, para ulama Mâlikiyyah (pengikut imam Malik) dan Hanâbilah (pengikut imam Ahmad) berpendapat bahwa zakat fitrah bisa ditunaikan 1 atau 2 hari sebelum Hari Raya Idulfitri.
Di antara dalil yang mereka jadikan sandaran adalah apa yang dipaparkan oleh imam Nafi’ bahwa sahabat Ibnu Umar membayarkan zakat fitrah satu atau dua hari sebelum Hari Raya Idulfitri.
Penerima Zakat Fitrah
Selanjutnya, terkait dengan objek penerima zakat fitrah, berbeda dengan zakat mal yang diberikan kepada asnâf tsamâniyyah sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an Surah at-Taubah ayat 60. Dalam zakat fitrah, yang berhak menerima hanyalah kalangan fakir miskin.
Dalam hadis riwayat Abu Dawud dari sahabat Ibnu Abbas, dijelaskan bahwa fungsi zakat fitrah adalah tuhratan lis shâimi minal laghwi war rafats (mensucikan orang-orang yang berpuasa dari senda gurau dan kata-kata keji) dan tu’matan lil masâkin (memberi makan kalangan miskin).
BACA JUGA: Menjadi Subscriber Kebaikan di Bulan Ramadan
Teknis penyerahan zakat fitrah kepada mustahiknya ini bersifat fleksibel. Bisa dititipkan kepada berbagai lembaga amil zakat, atau takmir masjid yang kemudian manajemen penyebarannya mereka organisasi, dan boleh juga diserahkan langsung oleh muzaki (orang yang berzakat fitrah) kepada mustahik dari kalangan fakir miskin yang membutuhkan uluran tangan.
Akan tetapi, jika muzaki merasa tidak nyaman kala memberikan zakat fitrah secara langsung kepada objek penerimanya, karena takut riya, takabur, atau kurang tepat mengenai sasaran, pada titik ini sangat baik baginya menyerahkan zakat fitrahnya kepada lembaga amil zakat, atau takmir masjid, sehingga zakat fitrah akan didistribusikan lebih tepat dan proporsional. Wallâhu a’lâ wa a’lamu bis shawâb…[]