Assalâmu’alaikum Wr. Wb. Ustaz, setelah ikut kajian, saya baru tahu kalau dengan sepupu lawan jenis nggak boleh salaman. Berarti bukan muhrim ya? Saya kira dulu muhrim, karena kita masih keluarga dekat. Ustaz, tolong saya diberi penjelasan siapa-siapa saja yang muhrim dan bukan muhrim. Saya laki-laki kelas X SMA. Terima kasih. [08582464xxx]
Diasuh oleh:
Ustaz Tri Bimo Soewarno, Lc., M.S.I.
Ustaz dan Pengajar MAN 1 Surakarta
Smarteen.co.id — Waalaikumussalâm Wr. Wb. Sobat Smarteen, sebelumnya perlu kita luruskan dua istilah yang sering kali diucapkan kurang tepat. Yaitu istilah ‘muhrim’ dan ‘mahram’. Makna kata ‘muhrim’ adalah orang yang sedang berihram, baik dalam ibadah haji ataupun umrah.
Jadi, muhrim adalah seorang yang mengenakan pakaian ihram, ketika sudah sampai wilayah mîqât, dan menghindari semua larangan ihram (mahdzurât al-ihrâm) sebelum bertahalul (mencukur rambut) dalam ritual haji ataupun umrah.
Faktor yang Menyebabkan Wanita tidak Boleh Dinikahi
Adapun ‘mahram’ adalah adalah wanita-wanita yang tidak boleh dinikahi karena sebab tertentu. Untuk yang kedua ini, sering kali kita salah ucap dan menyebutnya muhrim. Secara umum, faktor yang menyebabkan seorang wanita tidak boleh dinikahi ada 3 (tiga).
Pertama; nasab/hubungan darah/keturunan
Mereka adalah; (1) ibu (termasuk juga nenek ke atas, “mbah buyut” dst. dari jalur ayah ataupun ibu), (2) anak perempuan (termasuk cucu perempuan terus ke bawah), (3) saudara perempuan (baik kandung ataupun seayah maupun seibu).
BACA JUGA: Cara dan Doa Berlindung dari Fitnah Dajjal
(4) saudara perempuan bapak (bibi/bulik, bude) baik kandung, seayah, ataupun seibu, (5) saudara perempuan ibu (bibi/bulik, bude) baik kandung, seayah, ataupun seibu, (6) anak perempuan saudara laki-laki (keponakan), (7) anak perempuan saudara perempuan (keponakan).
Kedua; mushâharah/hubungan pernikahan
Mereka adalah; (1) mertua perempuan (termasuk mertua tiri), (2) anak tiri, jika istri (ibunya) telah dicampuri, (3) mantan menantu perempuan, (3) mantan ibu tiri.
Ketiga; radhâ’ah/hubungan persusuan
Mereka adalah; (1) perempuan yang menyusui (ibu susuan), (2) saudara sesusuan (baik saudara sesusuan kandung, ataupun seayah atau seibu).
Sobat, selain yang disebutkan di atas, maka masuk kategori wanita non-mahram, termasuk juga saudara sepupu. Karenanya, hubungan harian dengan saudara sepupu harus ada batasannya.
Jangan sampai kerena ‘atas nama saudara’, antar-saudara sepupu berinteraksi ibarat saudara kandung, makan minum bareng berduaan, berboncengan kendaraan, dan melakukan aktivitas berduaan lain yang terkadang—secara tidak sadar—justru memunculkan dosa.
Hukum Berjabat Tangan dengan Non-mahram
Adapun hukum berjabat tangan dengan non-mahram, para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Mereka juga membedakan antara berjabat tangan dengan wanita tua dan wanita muda. Berikut penjelasan singkatnya;
Kalangan Mâlikiyyah berpendapat bahwa berjabat tangan dengan non-mahram tidak dibolehkan, baik dengan orang tua atau siapa pun yang kala berjabat tangan tidak merasakan syahwat.
Kalangan Syâfi’iyyah sependapat dengan kalangan Mâlikiyyah dan menyimpulkan bahwa hukum berjabat tangan dengan non-mahram adalah haram tanpa pengecualian sama sekali, baik dengan wanita muda ataupun tua.
Sedangkan kalangan Hanafiyyah dan Hanâbilah membolehkan berjabat tangan dengan non-mahram yang sudah tua.
BACA JUGA: Kata Ustaz tentang Cara Menghindari Ghibah Menurut Islam
Selanjutnya, terkait berjabat tangan dengan non-mahram yang masih muda, mayoritas ulama mazhab Mâlliki, Syâfi’i, dan Hambali menidakbolehkan. Sedangkan para ulama pengikut imam Abu Hanifah (Hanafiyyah) mengharamkan jabat tangan dengan non-mahram muda jika hal tersebut memunculkan syahwat.
Demikian penjelasan singkat yang bisa kami sampaikan. Prinsipnya, dalam interaksi horizontal antar-manusia, Islam telah memberikan batasan-batasan. Jika kita pilih sikap yang lebih hati-hati, maka hal tersebut merupakan perkara baik. Wallâhu a’lam bis shawâb.[]