Smarteen.com—Bumi beserta isinya merupakan bidang kajian yang menarik perhatian para ilmuwan. Peradaban Islam telah tercatat lebih awal dalam menguasai ilmu bumi dibanding masyarakat barat. Ketika eropa dalam masa “kegelapan” dan masih meyakini bahwa bumi itu datar di abad pertengahan. Justru para sarjana muslim telah membuktikan bahwa bumi itu nyatanya bulat seperti bola.
Dialah Abu Raihan Muhammad bin Ahmad Al Biruni, orang-orang mengenalnya dengan Al Biruni, seorang ilmuwan muslim besar pada abad pertengahan yang memberi sumbangsih agung terhadap sejarah peradaban Islam. Sebutan Al Biruni pada namanya berarti asing. Ini dikarenakan dirinya menempatkan kawasan yang dihuni oleh orang-orang asing di pinggiran Khawarizmi, Tukmenistan.
Lahir pada tanggal 5 September 973 M di Khawarazmi, Tukmenistan atau Khiva di kawasan Danau Aral di Asia Tengah pada masa kekaisaran Persia. Ia merupakan seorang matematikawan, astronom, fisikawan, sarjana, penulis ensiklopedia, filsuf, pengembara, sejarawan, ahli farmasi dan seorang guru.
Penemuan di berbagai bidang.
Sejarah keemasan Islam mencatat cukup banyak polymath—orang yang sangat kompeten tidak hanya dalam satu bidang ilmu. Namun dalam beberapa bidang ilmu sekaligus.
Sama seperti anak-anak di masanya, Al Biruni dididik di usia muda. Ia sudah hafal Alquran sebelum baligh. Ia juga belajar ilmu fiqih dasar dan mempelajari sehingga pada saat usia baligh beliau sudah mengenal semua syariat Islam yang wajib dalam kehidupan sehari-hari.
BACA JUGA: Ziryab, sosok Trensetter dari Cordoba
Pada usia 17 tahun, Al Biruni sudah menghitung posisi lintang bujur dari Kath, Khwarizme dengan metode tinggi matahari. Ia memecahkan persamaan geodesi kompleks untuk menghitung jari-jari Bumi dengan mendapatkan angka sekitar 6339,9 km, hanya berselisih 16,8 km dari nilai modern yaitu 6356,7 km.
Pada usia 20 tahun, Al Biruni menulis beberapa karya di bidang sains, ia pun kerap kali bertukar pikiran dan pengalaman dengan Ibnu Sina, ilmuwan besar Muslim yang berpengaruh di Eropa saat itu.
Pada usia 22 taun, Al Biruni sudah menulis sejumlah karya ilmiah, termasuk proyeksi peta, penggunaan sitem koordinat 3D-Cartesian dan transformasinya ke sistem koordinat polar.
Pencetus bumi itu Bulat.
Bagaimana Al Biruni menentukan Bumi itu bulat, bahkan mengukur diameter Bumi? Dengan bermodal alat ukur derajat bintang yang disebut Astrolabe, gunung yang tinggi dengan pemandangan horizon yang rata sempurna dan ketiga rumus trigonometri.
Dalam pengamatannya, Al Biruni banyak membuat berbagai instrumen astronomi, seperti alat untuk mencari kiblat atau mengukur saat-saat salat di semua tempat di dunia. Ia juga menegaskan perbedaan antara astrologi dari astronomi. Ia menolak astrologi karena tida empiris dan hanya menghubungkan dengan cara yang tidak logis.
Setelah membaca banyak data hasil pengamatan, diyakini bahwa bumi itu bulat, berputar pada porosnya sehari sekali, dan beredar mengelilingi matahari setahun sekali. Ini merupakan pertentangan pendapat pada masanya. Namun Al Biruni diyakini Al Biruni paling dekat dengan data-data empiris.
Berbeda dengan Ptolomeus yang hanya memilih data sesuai teorinya. Al Biruni melakukan dengan cara yang lebih ilmiah, termasuk memperbaiki teorinya. Inilah yang kemudian melahirkan dukungan ada teori heliosentris copernicus, dan meninggalkan geosentris ptolomeus
Wafatnya
Untuk mengenang Al Biruni, pada tahun 1970 International Astronomical Union (IAU) menyematkan nama Al Biruni pada salah satu kawah di bulan. Kawah berdiameter 77,05 km itu diberi nama kawah Al Biruni (The Al Biruni Crater).
Al Biruni wafat pada tanggal 3 rajab 448 H/ 13 Desember 1048 M di kota Ghazna di usia 75 tahun. Ilmuwan besar dari Tusmenistan iini meninggalkan sejumlah karya penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan.