Smarteen.co.di—Di era modern ini, semuanya sudah serbasimpel dan canggih. Termasuk buku. Sekarang, keberadaan buku digital (e-book) sudah kian menjamur. Baik yang sekadar berformat PDF, atau bahkan telah berbentuk aplikasi. Berbekal gadget dan akses internet—bahkan ada yang bisa diakses secara offline, kini kamu bisa membaca buku favorit.
Namun demikian, buku fisik (buku cetak) tak pernah sepi peminat. Ya, meskipun minat baca masyarakat Indonesia cukup rendah (peringkat 60 dari 61 negara, survei UNESCO 2016), tetapi pencinta buku cetak masih banyak jumlahnya. Mereka bahkan cukup militan untuk membeli buku-buku dari penulis terkenal atau penulis favorit.
Ya, e-book memang menarik, tetapi buku cetak masih ‘menggoda’. Siapa Sobat di sini yang tak terpikat oleh aroma khas buku yang dahsyat itu?
Para pencinta e-book memang tak perlu repot menenteng tumpukan kertas ke mana-mana saat ingin membaca buku. Cukup smartphone saja sudah cukup. Namun, tidakkah mereka akan merindukan aroma kertas buku yang ‘superunik’ itu? Sobat tahu, kan, seperti apa aroma khas kertas buku? Hmm…
Nah, aroma inilah yang barangkali bisa disebut sebagai salah satu keunggulan buku cetak dibanding e-book. Di samping itu, masih banyak keunggulan yang lain, seperti tak cepat membuat mata lelah saat membaca. Namun demikian, bukan berarti e-book tak memiliki nilai positif, lho. E-book jauh lebih unggul dalam hal pelestarian lingkungan. Paperless. Mengurangi penggunaan batang pohon. Semua memang ada positif dan negatifnya.
BACA JUGA: Zaid bin Tsabit, Penyusun Mushaf Al-Qur’an yang Kuasai Banyak Bahasa
Asal Aroma Buku
Bicara aroma buku, Sobat tahu nggak sih dari mana aroma khas dalam kertas buku itu berasal? Nah, sebelum membahas asal muasal aroma buku, kamu perlu tahu dulu bahwa aroma buku itu memiliki istilah tersendiri, yaitu bibliosmia.
Kata bibliosmia diambil dari bahasa Yunani untuk mengartikan kata ‘buku’ dan ‘bau’ atau ‘aroma’. Sementara istilah untuk orang-orang yang suka banget menghirup bibliosmia disebut book sniffer. Apakah Sobat juga salah satunya? Eits, jangan cuma suka aromanya saja ya, tapi sukai bukunya juga, pastinya dengan membacanya.
Nah, lalu dari mana asalnya aroma buku? Aroma khas buku berasal dari berbagai macam senyawa kimia saat proses pembuatannya. Seperti yang sudah jamak diketahui, kertas yang menyusun buku terbuat dari kayu yang diolah dengan berbagai bahan dan senyawa kimia.
Dalam kertas, ada kandungan alami selulosa dan lignin—berupa sel yang ada pada batang pohon. Fungsi dari zat selulosa adalah sebagai penyusun dinding pada batang pohon, sementara lignin untuk menjaga pohon tetap kuat dan keras.
Selain zat selulosa dan lignin yang merupakan kandungan alami, kertas juga mengandung bahan-bahan kimia lainnya, termasuk benzaldehida, vanilin, etil heksanaol, toluene, dan etil benzena.
Sobat tentu merasakan juga kan, jika setiap buku memiliki aroma yang tidak sama? Untuk buku-buku lama, aroma muncul akibat dari proses ‘kerusakan’ beberapa gabungan senyawa kimia di atas.
Sedangkan untuk buku-buku baru, bibliosmia yang dimiliki berasal dari bahan kimia seperti tinta dan bahan perekat (lem) yang digunakan untuk membuat buku.
BACA JUGA: Cinta Baca Buku di Era Gadget
Kenapa Disukai?
Tidak hanya petrichor atau aroma saat hujan saja yang disukai oleh banyak orang, tetapi bibliosmia juga. Aroma buku banyak disukai karena setiap indra penciuman manusia bisa berhubungan dengan ingatan yang dimiliki.
Apalagi setiap buku mempunyai bibliosmia yang berbeda-beda, maka ingatan setiap orang pada buku yang dibacanya juga berbeda-beda. Sehingga bibliosmia akan menjadi suatu pengalaman yang menyenangkan bagi orang-orang yang membaca buku-buku tertentu.