Smarteen.co.id — Cerita ini menggambarkan pengalaman pribadiku. Jujur, aku malas mengingatnya karena hanya menimbulkan sedih dan luka di dalam hati ini.
Sebagai murid, bersaing untuk berprestasi dan menjadi yang terbaik tentu harus. Namun, persaingan tersebut seharusnya dilakukan dengan cara yang sehat.
Mungkin, tidak semua murid beranggapan sama denganku. Bagi mereka, jalan tidak baik pun siap ditempuh demi mendapatkan nilai bagus dan peringkat di kelas.
Begitulah, kisah ini dimulai. Ya, aku menjadi korban bullying. Sedih, kesal, gelisah terkadang bercampur aduk dalam benak ini setiap malam menjelang tidur.
Sejak awal masuk SMA, sebagian besar teman-teman di kelas tidak menyukaiku. Entah mengapa, aku juga tidak mengerti. Aku memang anak yang aktif dan suka belajar hal-hal baru, serta berusaha sebaik mungkin untuk memberikan yang terbaik dalam setiap penampilanku.
Alhasil, alhamdulillah aku mendapat peringkat satu di kelas. Akan tetapi, pencapaianku justru membuat teman-teman kelas semakin membenci diriku.
Aku Dijauhji Teman-temanku
Aku tidak bisa melupakan hari itu. Ya, peristiwa di mana mereka mem-bully diriku dengan teganya. Mereka bahkan memengaruhi teman-teman terdekatku untuk menjauh dan tidak berteman lagi denganku.
Semua itu dimulai saat pelajaran Bahasa Indonesia. Guru kami tidak dapat masuk ke kelas, sehingga ia memberi tugas dan harus dikumpulkan saat pelajaran telah selesai.
Namun, sudah menjadi tabiat anak-anak kelasku, menunda pekerjaan. Mereka akan berasalan ini-itu kepada guru, ketika tugas yang diberikan belum juga selesai.
Jam pulang sekolah tiba, tidak satu pun dari teman-teman mengerjakan tugas. Mereka pulang dengan santai. Sementara, sambil menunggu dijemput, aku mengerjakan tugas, lalu mengumpulkannya.
Saat itu, aku hanya berpikir untuk memenuhi kewajibanku sebagai murid yang baik dan mengisi waktu dengan hal yang bermanfaat. Siapa yang tahu? Tindakan itu justru menjadi momen bagi mereka untuk mem-bully diriku.
BACA JUGA: Mencintai Diri Sendiri, Cara Berdamai dengan Diri Agar Bahagia
Keesokan paginya, di jam pelajaran lain, guru pengampu juga berhalangan hadir. Saat itu, guru Bahasa Indonesia memanggilku dan temanku, berinisial H (ia tidak menyukaiku karena persaingan ranking).
Guru kami marah, karena dari satu kelas, hanya dua anak saja yang mengumpulkan tugas, aku dan temanku lainnya berinisial R. Kelasku dianggap menyepelekan pelajaran. Dua pekan ke depan, guru kami memutuskan untuk tak masuk kelas sebagai bentuk hukuman.
Banyak Orang yang Menjelek-jelekkanku
Kembali ke kelas, H langsung menyebarluaskan berita ini ke teman-teman lainnya. Ia bahkan membentak, mencaci, dan menyalahkanku karena membuat image kelas menjadi buruk. Semua teman perempuan di kelas langsung menghakimiku. Mereka semua membenciku.
Tatapan benci itu bisa kulihat, ocehan mereka terdengar jelas di telingaku. Mereka bilang jijik, enek, dan apalah aku lupa.
BACA JUGA: Pengalaman Hidup: Akan Kubuktikan, Seseorang Tidak Dinilai dari Fisiknya
Mereka bahkan mengatakan ingin menghabisiku, memaksaku memohon maaf kepada mereka semua dan bertanggung jawab atas semua tindakanku. Terus menerus mereka menekan diriku di sela-sela jam pelajaran dengan menyindirku secara bersama.
Namun benar, Allah tidak akan pernah menguji hamba-Nya melebihi batas kemampuan dirinya. Alhamdulillah, meski sempat down, aku berhasil melewati semua ini.
Bahkan sampai sekarang, mereka masih mem-bully-ku, dan aku hanya terus berdoa kepada Allah dan tidak meladeni semua ocehan mereka. [Oleh: Eka, Bekasi]