Aku Bisa Menggapai Mimpi

Kisah Nyata: Aku Bisa Menggapai Mimpiku

Smarteen.co.id – Sebenarnya aku tak pernah menyangka untuk bersekolah di sekolah swasta yang menjadi sekolahku saat ini.

Dulu, aku selalu bermimpi sekolah di salah satu SMA Negeri di Malang. Kenyataannya, aku tak lolos ketika bersaing dengan ribuan orang pendaftar lainnya dari berbagai kota.

Tak heran memang jika banyak pelajar yang ingin mendaftar di sana karena sekolah tersebut terkenal dengan prestasi-prestasi nasional dan internasionalnya.

Dua kali aku berjuang dan mencoba untuk masuk ke sekolah tersebut, tapi aku masih tetap gagal.

Saat itu aku merasa menjadi manusia yang paling gagal. Merasa jatuh, sejatuh-jatuhnya. Kenyataan ini bak petir di siang bolong.

Lima tahun sudah aku memimpikannya dan dua tahun aku benar-benar menghabiskan sebagian waktu untuk belajar dan belajar agar aku diterima di sekolah impianku.

Aku benar-benar kecewa saat itu, kecewa atas diriku yang tak bisa diandalkan. Dan sejak saat itu aku merasa kehilangan kepercayaan kepada diriku sendiri, aku mulai menyalahkan diriku atas apa yang telah terjadi.

Aku Bisa Menggapai Mimpi

BACA JUGA: Pengalaman Hidup: Aku Menjadi Korban Bullying

Selang beberapa hari, aku masih menangisi kegagalan itu, meratapi nasib buruk yang menimpaku. Mataku bengkak karena lamanya menangis.

Hingga keluargaku tak tega melihatku begitu. Mungkin mereka takut aku menjadi depresi karena tak diterima di sekolah yang aku impikan.

“Jangan nangis terus, yang penting sudah berusaha, mungkin rezekimu bukan di situ, tapi di sekolah lain,” kata ibu yang berusaha menenangkanku, lalu memberikan senyuman terindahnya.

Bukannya mereda, justru air mataku tambah mengalir deras. Di pikiranku, aku gagal membahagiakan ibuku yang telah menemani dan mengantarkanku untuk mendaftar di sana.

Ayahku juga tak tinggal diam, ia menawarkan beberapa alternatif pilihan sekolah kepadaku. Saat itu aku tak punya pilihan lain selain menerima usulan dari ayahku.

Walaupun sekolah yang ayah usulkan termasuk salah satu SMA favorit di kotaku, tetap saja aku tak bisa move on dari sekolah impianku.

Akhirnya, dengan setengah hati aku mendaftar di sekolah usulan ayahku. Saat itu, aku tak yakin jika aku lolos, karena sebelumnya aku telah gagal di sekolah impianku.

Aku merasa sainganku lebih pintar dariku. Banyak peserta yang mendaftar berasal dari SMP-SMP favorit.

BACA JUGA: Kisah Nyata: Perjalanan Menerima Diri Sendiri

Ah, rasanya aku ingin mengundurkan diri saja. Namun, keluargaku terus menyemangatiku, mereka yakin bahwa aku bisa dan lolos.

Saat hari seleksi, aku tak menyiapkan bekal apa pun kecuali mental. Aku sudah tak punya hasrat untuk belajar, karena dulu sudah mengabiskan waktu 2 tahun untuk belajar saat persiapan seleksi di SMA imipianku.

Aku sudah bosan harus melihat buku-buku tebal, bertumpuk-tumpuk buku catatan, dan lembaran-lembaran soal.

Aku hanya mengandalkan materi yang aku pelajari terakhir saat persiapan seleksi di SMA impian. Aku mengerjakannya sesuai kemampuanku, selebihnya aku hanya bisa pasrah.

Sampai tiba hari pengumuman, aku diantar ayahku ke sekolah dengan mengendarai sepeda motor.

Dari semalam aku tak bisa tidur, memikirkan aku lolos atau tidak. Tanganku sampai dingin karena terlalu khawatir memikirkan pengumuman.

Aku melangkah perlahan sambil berdoa agar aku diterima di sekolah ini. Aku melihat banyak peserta yang bergerombol melihat papan pengumuman.

Sehingga aku harus mengantre untuk melihat pengumuman. Aku melihat beberapa peserta tersenyum bahagia karena lolos dan ada juga yang menangis karena tidak diterima. Aku semakin merasa takut untuk melihat pengumuman.

BACA JUGA: KISAH NYATA: Pengalaman Menghadapi Kegagalan Sampai Kecewa

Selang beberapa waktu, aku sudah berada di depan papan pengumuman. Aku melihat dari kertas pengumuman yang berada di depanku, dan kebetulan itu adalah nomor-nomor terakhir. Aku mencari namaku secara perlahan, berharap ada namaku tertulis di kertas tersebut.

Aku semakin takut, aku tak menemukan namaku di kertas tersebut. Lalu aku bergeser ke kertas dengan nomor urut yang lebih kecil, masih tidak ada.

Di situ aku menahan air mata yang hampir jatuh. Sampai akhirnya, aku melihat pada kertas pengumuman terakhir. Aku melihat dari bawah, perlahan, masih tidak ada.

Namun, saat aku sampai di nomor urut 1, aku kaget. Benar-benar kaget, air mataku jatuh tak tertahan lagi, aku senang bukan kepalang.

Dwi Damayanti. Ya, itu namaku. Namaku tetulis di kertas pengumuman dengan nomor urut 1. Tiada hentinya aku mengucap syukur, aku menangis bahagia menghampiri ayahku dan berkata, “Ayah, aku lolos!”

Benar kata ibu, rezekiku bukan di sekolah impianku, tapi di sekolahku yang sekarang ini. Sejak saat itu aku tak merasa insecure lagi, aku percaya pada kemampuanku sendiri. Aku bisa! []

TEEN JOURNALIST
Dwi Damayanti
SMA Taruna Dra. Zulaeha, Kab. Probolinggo

About

Check Also

korban bullying

Pengalaman Hidup: Aku Menjadi Korban Bullying

Smarteen.co.id — Cerita ini menggambarkan pengalaman pribadiku. Jujur, aku malas mengingatnya karena hanya menimbulkan sedih …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *