Sejarah Singkat Hari Valentine dan Larangannya dalam Islam

Smarteen.co.id — Hari valentine 2021 agaknya sudah tidak asing lagi di kalangan remaja. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang sudah menunggu-nunggu kedatangannya. Bagi mereka, valentine day adalah momentum mencurahkan kasih sayang kepada orang yang disayang.

Pertanyaan semacam tanggal berapa hari valentine 2021 sudah banyak digaungkan. Tentu saja sudah banyak pula yang mengetahui jawabannya. Tanggal 14 Februari ditetapkan sebagai hari valentine, di mana banyak yang meyakini hari itu sebagai hari kasih sayang untuk diisi dengan perayaan istimewa.

Ironisnya, banyak dari kalangan remaja muslim juga ikut-ikutan tanpa mengetahui makna sebenarnya valentine day itu. Dalam Islam, tidak ada yang namanya hari valentine.

Perayaan hari kasih sayang yang merupakan budaya non-Islam justru dijadikan momentum untuk menyampaikan rasa cinta dan kasih sayang kepada pasangan lawan jenis, atau lebih dikenal dengan istilah pacaran.

Kemudian para remaja akan memberikan hadiah sambil mengucapkan, “Be my valentine!” (jadilah valentineku a.k.a. jadilah kekasihku). Ada yang memberi bunga mawar, cokelat, kado, atau benda lain yang disukai, biasanya identik dengan warna merah muda (pink) atau ungu.

Sejarah Hari Valentine

Tahu nggak Sob, dikutip dari The Encyclopedia Britania, vol 12, sejarah hari valentine atau perayaan valentine yang selama ini kita kenal tak lain merupakan upacara Romawi Kuno pada hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang meninggal pada tanggal 14 Februari.

Yap, demikianlah sejarah singkat hari valentine, yang sesungguhnya bukan bagian dari budaya Islam. Keterangan di atas  menunjukkan bahwa hari valentine berasal dari ritual agama Nasrani.

Sementara di dalam tatanan akidah Islam, seorang muslim diharamkan ikut merayakan hari besar pemeluk agama lain, baik agama Nasrani ataupun agama lainnya. Inilah salah satu dasar cerita larangan merayakan hari kasih sayang.

BACA JUGA: Menjaga Cinta Kita Agar Tak Dirusak Jin, Setan, dan Sekutunya

Lantas bagaimana sikap kita sebagai remaja muslim untuk menghadapi datangnya tanggal 14 Februari?

Tentu kita harus bersikap biasa saja. Tidak perlu mengkultuskan tanggal tersebut sebagai tanggal istimewa, apalagi sampai turut berbagai kado dalam rangka menyambut hari valentine.

Kita tahu valentine’s day bersumber dari paganisme (paham) orang-orang penyembah berhala dan penghormatan pada pastor. Sama sekali tidak ada kaitannya dengan kasih sayang, jadi kenapa kita mesti ikut menyambut hari valentine?

Tidak Ada Hari Valentine, Aktualisasi Kasih Sayang itu Setiap Saat

Sangat disayangkan kalau teman-teman kita, Sobat muslim, terkena dampak penyakit ikut-ikutan budaya Barat, tanpa paham asal muasalnya. Seolah-olah cinta hanya dihargai sebatas cokelat, bunga mawar, greeting card, dan sejenisnya.

Selain itu, peringatan 14 Februari sebagai hari kasih sayang sebenarnya juga telah mempersempit makna ‘kasih sayang’ itu, sebab hanya berlangsung satu hari saja.

Padahal dalam Islam, kasih sayang itu perlu diaktualisasikan setiap saat dan di setiap tempat. Bahkan kita diperintahkan untuk menyebarkan kasih sayang kepada seluruh manusia, pada teman, sahabat, saudara, keluarga, dan lainnya.

Sesama manusia mesti menjalin kasih sayang, sebab Islam adalah rahmatan lil ‘alamin di mana sesama umat Islam saling mencintai dan menebar cinta kasih ke segenap penjuru alam.

Jadi, tidak ada hari valentine pun, kita tetap bisa dan harus senantiasa menebar kasih sayang. Baik ke sesame manusia, ataupun kepada makhluk lainnya.

BACA JUGA: Jangan Jatuh Cinta, tapi Bangun Cinta!

Wujud kasih sayang itu pun juga bukan berupa hal maksiat dan dilakukan pada momen-momen tertentu, apalagi momen itu sarat dengan budaya dan kepercayaan agama lain yang akidahnya diyakini tidak benar.

Kita tidak harus menunggu tanggal tertentu untuk mengungkap kasih sayang, kan? Sebagai muslim, kita memiliki karakter dan kepribadian yang khas berdasarkan teladan Rasulullah Saw.

Tanggung jawab kita adalah menyerap, mengamalkan, dan memelihara. Jadi mengapa harus mengambil kepribadian orang lain yang belum tentu baik, bahkan nyata keburukannya.

Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa yang menyerupai sebuah kaum, maka dia menjadi bagian dari mereka.“ (H.R. Abu Daud). []

About admin

Check Also

Jago Life Hacks

Solo – Di antara Sobat Smarteen pasti ada yang punya celana jins kesayangan, tetapi risletingnya …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *